Memoir of nightmare Act 3 : Under the same sky
12 Mir, 1997
Menjelang sore, Clara tengah berada di dalam kamarnya Aira yang masih tertidur di atas kasurnya.
"Aku akan memberitahunya lewat memo saja." Clara beranjak dari duduknya dan menuliskan isi memo tersebut.
Aku akan pergi bersama kakakmu, jadi jangan menunggu dan mengkhawatirkanku.
Aku tak akan lama.
Setelah selesai, ia menyimpannya di meja dekat tempat tidur Aira.
"Apa kau sudah siap?"
Clara menerima panggilan dari Hatz. Ia melirik keseluruhan tubuhnya lewat cermin di depannya.
"Iya"
"Aku sudah siap." Jawab Clara
Kyra menarik nafasnya perlahan-lahan, ia berjalan menuju ruang tengah kamarnya.
"sudah lama menungguku?" Tanya Hatz tiba-tiba yang tengah duduk bersantai di kursi kayu.
Clara terperanjat kaget. "Aku sudah bilang untuk tunggu di depan halaman rumah. Tidak sopan."
"Haa! Aku kan sudah meminta izin padamu. Lagian ini kan rumahku. Apa aku berhak meminta izin kepada orang yang meminta bantuan samaku?" Senyum Hatz sambil menurunkan alisnya.
"Kau tidak ada bertingkah aneh kan Kepada adikku?" Tanya Hatz.
"Hehh, Bertingkah seperti kakak? Memangnya orang yang kau anggap alat ini bisa kau anggap adikmu? Sebaiknya kau berhenti saja berlagak seperti kakak." Sangkal Clara dengan tersenyum.
"Hemmm menarik juga. Tak kusangka kau berani menentang Ajin." Hatz menatap Clara dengan serius.
Mata Clara berkedut kesal. "Kalau kau bukan seorang pemandu, aku tidak peduli kalau kau seorang Ajin, aku pasti akan membunuhmu."
"Baiklah baiklah, aku tidak mau bertengkar denganmu. Bisa-bisa perjanjian kita terselisihkan. Ok, aku akan menurut padamu. Tapi ingat, jangan sekali-sekali kau mengkhianatiku. Kalau tidak, Orang itu akan kulibatkan juga disini." Oceh Hatz
Clara menarik kerah bajunya seraya berkata: "Jangan sekali-kali kau berurusan dengan dia. Dia tidak ada hubungannya di dunia ini."
Hatz melepaskan tangan Clara.
"Okok, aku bercanda. Untuk saat ini."
Hatz bertanya kembali. "Bagaimana dengan luka-lukamu?"
Clara memegang pinggangnya yang terkena tusukan pedang. "Yah seperti yang kau lihat sudah kuperban, aku tidak apa-apa."
"Bagaimana denganmu?" Tanya Clara balik.
"Yah, aku juga sudah tidak apa-apa." Balas Hatz.
"Karna melihatmu baik-baik saja." Sambung Hatz.
"Hah, Tidak usah perhatian kepadaku. Seharusnya kau katakan itu kepada Aira."
Ucap Clara.
"Aku bercanda. Kata-kata itu cuma kiasan saja."
"Kita masih belum bisa mengalahkannya. Padahal yang kita lawan cuma tangan kirinya. Rachel si iblis biru. Hanya orang yang terpilih yang dapat mengalahkannya. Temanmu!" Ujar Hatz sambil melihat keluar rumah.
"Omong kosong. Berkali-kali kau mengatakan itu. Sudah kubilang, aku tidak akan melibatkan dia kesini." Marah Clara.
"Yah itu semua kembali kepadamu. Apakah kau mau Raka selamat atau tidak. Itu semua tak akan terwujud tanpa seorang irregular."
( Irregular adalah orang yang spesial yang sudah ditakdirkan untuk mengubah dunia ini. Regular ialah sebaliknya)
"Tidak. Kita harus mencari dia, Wangnan rah. Irregular pertama yang tidak diundang ke dunia ini. Dia dapat mewujudkan harapanku." Kata Clara
"Kau kira semudah itu. Jangankan bertemu dengannya, mungkin kau tidak akan mendapatkan tiket kereta neraka untuk langkah pertama."
"Kereta neraka?" Clara bingung.
"Yah, tempat untuk menuju ke Ran. Pemilik bengkel senjata. Rumornya dia punya kenalan yang pernah bertarung dengan Wangnan." Balas Hatz
"Tiket itu bukan dibeli tapi didapatkan di pertarungan bengkel di pilar 12. Tepatnya di bengkel cadangan Ran."
"Aku juga punya teman yang bekerja di tempatnya. Namanya vicente aguero. Seorang Ajin sepertiku."
"Hahh! Vicent? Bukannya dia regular?" Tanya Clara.
"Dia menyembunyikan identitasnya supaya tidak diincar oleh anggota Crank."
( Crank adalah organisasi pembunuh yang mempunyai dendam kesumat dengan administrator/ penguasa tempat ini. Jadi mereka mencari Ajin untuk bisa menemui Administrator.)
"Sayangnya mereka tidak tahu, bahwa tidak semua Ajin dapat menemuinya."
"Ok, aku tidak mengerti kata-katamu, yang pasti kita harus mendapatkan tiket kereta itu." Jawab Clara sambil keluar dari beranda rumah.
"Maaf, aku hanya membantumu untuk 1 hal, bukan untuk mendapatkan tiket itu. Kau harus mendapatkannya sendiri dengan bertarung. Aku hanya dapat mengantarkanmu kesana."
"Sial, baiklah. Bagaimanapun aku harus kesana. Ayo pergi." Sontak Clara.
" Memangnya kau tahu di mana tempatnya?" Tanya Hatz sambil menaikkan sebelah alisnya.
Clara terdiam bodoh.
"Oh iya, nih kuulurkan tanganku." Kata Clara.
"Hehh, seorang putri mengulurkan tangannya kepada Ajin? Menarik sekali. Tsundere yang menyamar jadi putri."
'Tsundere adalah julukan jepang kepada seseorang yang sedang menyukai sesuatu tetapi sifatnya berlawanan.'
"Hah! Kau sedang tidur ya. Mana mungkin aku menyukai serangga kecil sepertimu, meskipun ia menawarkan bantuan." Tertawa Clara.
"Tunggu saja." 'Senyum' Hatz) dalam hati."
Hatz memegang tangan Clara untuk melakukan teleport.
"Semoga kau berhasil." Ucap Hatz.
"Jangan remehkan aku. Aku akan menjumpai Wangnan dalam sekejap." Balas Clara dengan yakin.
"Lihat Eager. Kubuat kau akan bermain juga."
Ucap dalam hati Hatz dengan senyum.
30 Sol 1997
"Ali! Ayo cepat! Kita tak akan bisa keluar dari sini kalau kau diam saja meratapinya."
"Kenapa? Kenapa Arteria? Kenapa cuma kita yang mendapatkan kesempatan untuk keluar? Kenapa harus dia? Sial! Arghh!" Sambil menggigit gerahamnya. "Lihat saja Hatz, kan kumasukkan kedalam mulutmu darahnya, oh bukan. Kan kubunuh kau!" Tangis Ali sambil menyatakan dendam.
Sambil menaiki tangga yang tak berujung. Ali menggendong Arteria.
"Riyan! Ayo bantu aku mencarinya. Kita tidak akan keluar dari sini sebelum membunuhnya." Tegas Ali.
"Ali, kita tidak bisa lebih lama lagi. Kita harus--!"
"Baiklah, sepertinya ini akan menjadi tugas pribadiku. Aku akan mencarinya sendirian. Kau pergi saja duluan. Aku kan menyusulmu." Sangkal Ali.
"Hmmm, Maaf saja. Tapi teman tidak akan meninggalkan perbannya disini. Aku akan bersamamu, selalu disampingmu, Ali." Ucap Riyan sambil Menepuk pundak Ali.
"Ayo!!" Kata Mereka sambil memegang pedang.
"Tunggu saja Hatz, kau sudah mencemar nama baik keluarga." Sesuatu yang terpendam dalam hati Riyan. Tidak bisa diungkapkan. Semua itu rahasia.
"Akhirnya ada tempat untuk beristirahat." Lelah Mazino.
Mazino masuk kedalam rumah yang seharusnya tidak ia masuki.
"Ha!! Bocah kecil!! Gadis ini sepertinya dapat mengisi daya Hercherku."
Saat ia menyentuh--
Keluar Eva dari dalam tubuh gadis kecil tersebut. Lalu mengatakan "You are not him. You are not the chosen."
"Ada serangga kecil yang menggangguku? Bukan, ini mungkin hanya kuman." Terjatuh Mazino
"Oiii flagellata! Menjauh dari sarapanku. Waktuku bisa terbuang percuma dengan kau. Minggir!" Mazino mencengkram tangannya.
Monster itu lalu menebas dengan pedang 'jizonya' ke Mazino.
"Aaah. Sudah kubilangkan, waktuku sudah kugunakan untuk hal yang sia-sia. Kau harus menggantinya." Mazino menguap sambil menahan pedang jizo dengan telapaknya.
"You! This power? Why are you here? King Zarah."
"Ha? Itu bukan urusanmu. Sekarang aku ingin bocah itu. Cepat!!!"
"Sorry. But this child is the wing for the chosen irregular."
"?? Apa Maksudmu? Bukankah irregular hanya Wangnan ram. Mustahil ada yang kedua."
"Wangnan is not chosen. But that person was chosen. He can change this world. Even become the administrator."
"!!! Ini seperti legenda yang diceritakan Wangnan. Dia bener-bener tidak berbohong. Akhirnya dia datang juga."
"Baiklah. Aku akan pergi. Titipkan salamku dan berikan ia surat ini pada saat yang tepat."
Surat itu diambil oleh Eva itu, dan saat Mazino pergi, ia membakarnya.
"Hahaha. That's person is mine, Mazino."
"Aira cepat naik. Jangan melamun." kataku.
"Mazino, dia perusak segalanya." Teriak Aira.
"Mazino? Ha? Siapa? Aira!! Airaaaa!!!"
Kemudian Aira pingsan. Lalu ku naikkan dia kesepeda. Kuikat badannya ke pinggangku supaya tidak terjatuh. Sambil bergerak menuju suatu jalan. Dan sambil berjalan dengan sepeda. Pikiranku terganggu dengan ingatan-ingatan tentang tempat ini, seakan aku mengenalnya. Sungguh ironinya dunia ini pikirku. Memandang langit yang biru. Akankah suatu saat menjadi merah. Sungai yang jernih akankah menjadi keruh. Dunia ini apakah bisa menjadi tempat terakhirku. Meski begitu....
Hari mulai memetang. Gelap mulai tiba. Aira terbangun, dari lelap tidurnya yang nyenyak.
"Kakak. Kita dimana?"
"Kita sudah keluar dari sabana itu. Kakak sudah menemukan jalan setapak. Tapi entah mengapa Aira. Jalan ini seakan berulang kembali."
"Mungkin kakak kelelahan."
"Mentang-mentang aku kurus. Dia bilang aku lelah. Emang dia Quensa yang suka sok cantik. Awas kau Quensa, kakakmu akan berotot sebentar lagi, Heh." Dalam pikiranku.
Kukencangkan sepedanya. Tanpa memikirkan jalan.
"Dugudugudugudugudug. Jalan berbatu. Kami pun terjatuh."
"Kakak. Jangan dipaksakan."
"Sial. Dia kira aku ini nobita." Hatiku berbicara
"Lihat Aira. Otot bisep kakak."
Tiba-tiba terdengar Jangkrik.
"Sialan jangkrik ini. Emang ini film."
Sepeda pun melepaskan rantainya. Hal yang paling memaleskan yang membuat ingin rebahan datang disaat yang tidak tepat.
Kusuruh Aira jalan duluan. Sementara itu aku memperbaiki sepedanya.
A few moments later.....
"Loh kok ilang!"
"Aira.....
Aira......
Airrraaa...."
Mimpi buruk itu belum melambaikan tangannya
Jalan berkabut, matahari meninggalkanku disaat seperti ini. Aira menghilang. Aku mencoba mengkayuh sepedaku dengan cepat. Berimajinasi bahwa aku ada di jalan tol.
Tampak seseorang didepan jalan. Dia berjalan menujuku. Seketika aku berkedip, orang itu pun menghilang. Tiba-tiba Aira datang dari tempat yang sama.
"Kakak, ada vas bunga di depan. Indah sekali."
"Vas bunga? Dia mengigau? Maksudku bagaimana dia bisa melihatnya. Ini sangat gelap."
Lalu Aira naik lagi kesepeda. Aku pun mengkayuhnya lagi dengan keringat dingin yang terjun ke tanganku. Membuatku menggigil di hutan ini. Mengingatkanku pada saat itu.
Diujung hutan, aku melihat bayangan seperti bangunan dari kejauhan. Aku begitu senang. Keyakinanku membuahkan hasil. Aku mengkayuh sepedanya dengan sekuat tenaga.
Tapi.....
Gedebug
Aku terjatuh.
"Ahhgr, Ittak. Sakitnyaaaaa."
Aira berdiri seraya berkata "Kau akhirnya datang."
"Aira?"
Dia melayang keatas dan tiba-tiba keluar Eva dari tubuhnya. Aira pun terjatuh. Lalu, Eva itu memoleskan tinta seperti segel ke rambutnya. Lalu Aira terbangun.
"Aira bangun aira"
"Iya kakak, apa kita sudah sampai?"
"Aira dengerin kakak, Aira harus lari dari sini." Bukannya bukannya menuruti perkataan kakaknya, gadis kecil itu malah terus bertanya. " Kenapa Aira harus lari? Itu siapa?"
"Aira dengerin kakak, Aira harus tinggalkan Kakak sekarang. Lari sekuat tenaga dan kembali ke rumah. Jangan berbalik ke belakang, Kakak akan menyusul." ucap tegas dan lembut aku.
"Kakak harus janji sama Aira, kalau kakak akan menyusul dibelakang." Isak Aira sambil memeluk erat denganku.
"Pasti Aira. Sekarang larilah." Ucapku sambil melonggarkan pelukannya.
Aira pun mengangguk, kemudian berlari dengan sekuat tenaga menggunakan kaki kecilnya.
"Sekarang ayo kita selesaikan ini!"
Tiba-tiba----
"Ekhhkh ekhshkh."
Perutku ditusuk pedang olehnya....
Bersambung...


Komentar
Posting Komentar